Penyakit Tb Paru Di Makassar

Di Sulawesi selatan, pada tahun 2007 pernah diadakan Survei Prevalensi Tuberkulosis (SPTBC), survei ini berskala propinsi untuk mendapat citra prevalensi TB Paru Propinsi Sulawesi Selatan yang diselenggarakan oleh Bidang Promosi dan Pengembangan Sumber Daya BBKPM Makassar (balaiparumakassar.com).

Survei meliputi 23 kabupaten/kota di Sulsel. Sampel survei prevalensi Tuberkulosis Paru direncanakan meliputi 13.328 rumah tangga dari 819 blok sensus terpilih untuk Riset Kesehatan Dasar 2007. Seluruh blok sensus tersebut merupakan sub sampel modul survei sosial ekonomi Propinsi Sulsel tahun 2007. Diperkirakan survei ini akan meliputi 65.520 individu (perkiraan rata-rata 5 individu per rumah tangga) dan sekitar 34.487 individu akan diwawancarai (skrining) untuk identifikasi “suspek” TB paru sebagai subjek pengambilan sputum. Pada kenyataannya, tidak seluruh 13.328  rumah tangga yang semula direncanakan berhasil dikunjungi. Sebanyak 89% rumah tangga berhasil dikunjungi dan 96% rumah tangga berusia > 15 tahun (sebagai suspek skrining dan individu riwayat TB paru) serta 100% anggota rumah tangga usia < 15 tahun berhasil diidentifikasi (Cyber, 2009).

Penderita penyakit TB paru di Kota Makassar mulai memprihatinkan. Dari data yang ada, semenjak Januari 2009 sampai November 2012, jumlah terduga TB paru ini sudah mencapai 7.610 orang (Cakrawala, 2012).
Ada beberapa cara diagnosa yang sering digunakan oleh klinisi dalam menangani penyakit TB paru, diantaranya adalah : investigasi dahak dengan referensi Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS), investigasi Hematologi yakni darah rutin, uji tuberculin, investigasi radiologis, dan beberapa investigasi khusus ibarat ; BACTEC, PCR dan investigasi serologi (http://pustaka.unpad.ac.id, 2003).

Khusus untuk investigasi darah rutin, hasil pemeriksaan  darah rutin kurang menandakan indikator yang spesifik untuk tuberculosis. Laju Endap Darah (LED) jam pertama dan jam kedua dibutuhkan. Data ini sanggup digunakan sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan penderita, sehingga sanggup digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta  kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula pada investigasi hitung jenis leukosit, kadar limfosit sanggup menggambarkan daya tahan badan penderita. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED yang normal juga tidak menyingkirkan diagnosa TB paru (Servasius, 2012). Sedangkan jumlah Monosit juga berperan dalam memilih adanya nanah oleh Mycobacterium tuberculosis, Peran monosit pada TB paru telah banyak diteliti. Monosit berperan penting dalan respon imun pada nanah tuberkulosis. Monosit berperan dalam reaksi seluler terhadap basil tuberkulosis. Sebagian fosfolipid Mycobacterium tuberculosis mengalami degradasi dalam monosit dan makrofag yang menjadikan transformasi sel-sel tersebut menjadi sel epiteloid. Monosit merupakan sel utama dalam pembentukan tuberkel. Aktivitas pembentukan tuberkel ini sanggup tergambar dengan adanya monositosis dalam darah. Monositosis dianggap sebagai petanda aktifnya penyebaran tuberculosis (http://pustaka.unpad.ac.id, 2003).

Sumber : Copy Paste Makalah

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

loading...